Peduli Kesehatan Wanita

Perempuan adalah tiang negara, begitulah kira-kira yang pernah diungkapkan oleh mantan kepala negara kita Bung Karno. Perempuanlah yang melahirkan dan mendidik anak-anak bangsa sehingga baik buruknya suatu bangsa dapat dilihat dari kaum perempuannya.

Namun di satu sisi, masih banyak perempuan ditelantarkan, dimana hak-haknya tidak diperhatikan terutama dalam hal kesejahteraan dan kesehatan. Itulah yang disampaikan oleh Prof. Dr. Saparinah Sadli dalam acara Sarasehan : Sumbangsih Pikiran Konseptual FKUI terhadap Peningkatan Kesehatan Perempuan Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pertengahan bulan Mei lalu.

Diferensiasi gender antara wanita dan pria memang banyak terjadi dalam lingkungan rumah, kerja, dan masyarakat. Pria lebih sering diutamakan kesejahteraannya dibanding wanita. Diskriminasi masih saja terjadi meskipun 22 tahun yang lalu Indonesia telah menetapkan UU No. 7 tahun 1984. “Undang-undang ini bertujuan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penegakan hak perempuan, termasuk hak kesehatan perempuan,” ungkap Saparinah.

Berbagai peran dilakoni oleh kaum perempuan, sebagai istri, ibu, kadang juga membantu mencari nafkah untuk keluarga namun tetap dituntut untuk selalu memainkan perannya dengan baik sehingga kesejahteraan dirinya sendiri kurang diperhatikan. Kadang-kadang juga perempuan masih mengalami penindasan.

“Bila si ibu sehat dan mampu maka no problem, tetapi dapat menjadi masalah apabila si ibu tidak sehat dan dari keluarga yang kurang mampu,” ujar Saparinah. Menurutnya tidak hanya fisik yang kelamaan akan bermasalah, tetapi juga psikis dan ini sangat berhubungan dengan kesehatan.

Berbagai Masalah Mengancam
Ada banyak hal-hal yang mengancam kesehatan dan keselamatan perempuan selama hidupnya. Di Indonesia sendiri, tingkat kematian ibu hamil dan melahirkan sangat tinggi dan paling tinggi di antara negara-negara ASEAN. Ini perlu segera ditindaklanjuti karena menggambarkan resiko tinggi yang dihadapi perempuan Indonesia bila ia hamil atau melahirkan.

Selain itu status kesehatan perempuan juga masih diperparah. Menurut Departemen Kesehatan sebanyak 57% remaja putri menderita anemia. Mereka adalah calon ibu yang kurang sehat padahal merekalah yang akan melahirkan generasi baru bangsa.

Perempuan dan HIV/AIDS adalah gambaran lain tentang terpuruknya kesehatan perempuan Indonesia. Bagi perempuan penderita AIDS, adanya mitos dan stereotipi bahwa ‘perempuan baik tidak mungkin terkena penyakit HIV/AIDS’ menyebabkan ibu rumah tangga tidak dijadikan sasaran kampanye AIDS. “Padahal bisa saja ia tertular melalui perilaku seksual suaminya di luar rumah,” tegas penerima Anugerah Hamengku Buwono IX tahun 2004 ini. Belum lagi masalah kekerasan dan ancaman yang harus dihadapi perempuan.

Perlu Dukungan Banyak Pihak
Salah satu cara meningkatkan kesehatan perempuan Indonesia antara lain adalah melalui pendidikan, terutama untuk kaum perempuan agar terbuka pikirannya. Melalui komunitas medis, Saparinah berharap agar perhatian pada kesehatan perempuan lebih ditingkatkan. Apabila selama ini banyak dokter yang hanya cure, maka care juga harus diterapkan terlebih pada perempuan. Konteks budaya yang memandang bahwa perempuan lebih inferior juga harus dihilangkan.

Penelitian-penelitian telah dan masih perlu dilakukan untuk meningkatkan kesehatan wanita. Hal ini tentu memerlukan dukungan dari semua pihak. Saparina menambahkan, “Pemerintah yang secara retorika memberi tempat terhormat bagi perempuan juga perlu meninjau kembali kebijakan tentang kesehatan maternal.”

Acara yang dihadiri oleh para dokter dari berbagai bidang ini merupakan serangkaian acara sosialisasi dari seminar dan expo “All About Women’s Health” pada tanggal 21-24 Desember 2006 akan datang di Puri Agung Sahid Jaya Hotel yang diadakan oleh Yayasan Pengembangan Medik Indonesia (Yapmedi).

Comments

Anonymous said…
karena wanita sulit di mengerti...hauhauhauhu

Popular posts from this blog

Atur Duit untuk Kesehatan

Manfaat Kol untuk Ibu Menyusui, Emang Ada?

Adiksi Medsos dan Bahayanya